sekolah ini memang masih sangat baru dibandingkan dengan sekolah SMAN lain yang ada di kabupaten sinjai, sekolah ini berdiri pada tahun 2004, dan nati pada tahun 2005 baru dibagun sebuah gedung belajar, itupung masi 3 ruangan. walaupun sekolah ini terbilang masih seumur jangun, tapi sekolah ini merupakan sekolah yang perkembangannya sangat pesat di banding sekolah-sekolah yang duluan berdiri, seperti SMAN 1 Borong, SMAN 1 Sinjai Barat, SMAN 1 Bulu poddo. sekolah ini suda mempunya banyak unit gedung belajar, di lengkapi dengan beberapa laboratorium, seperti bahasa, dan komputer, dan masi banyak lagi, kini siswanya suda sangat banyak (aku ngga tau berapa orang). sekolah ini berkembang dnegan pesat di pengaruhi oleh tempatnya yang sangat strategi, karena berada di tengah-tengah kampung, mudah di akcces, banyak di lalui kendaraan dari kecamatan lain, seperti Sinjai Barat, dan Sinjai selatan,. itulah yang menyebabakan sekolah ini diminati banyak siswa.

Pada tahun 2006 sekolah ini berhasil meluluskan 31 orang siswa dan merupakan alumni pertama sekolah ini. dan inilah daftar nama alumni pertama SMANSA sinjai tengah
-Male:
1.A. Mappiantar
2.Ashaf
3.Akbar
4.Mahmud.
5.Rahmat
6.Sumardi
7.Kaharuddin
8.Usdar
9.Anis
10.Ambo
11.Irfan
12.Ahmad
-Famale
1.Wahyuni
2.Sumarni
3.Sri Wahyuni
4.Indarti
5.Amlawati
6.Hasmiati
7.Nisba wati
8.Suarni
9.Sinar
10.Nurlina
11.Hariani ( lupa nama Lengkapnya)
12.Atti (Lupa nama Lengkapnya)
13.Ana
14.Dyani
15.Diana
aduhhh ... sebagian nama temen SMA ku suda saya lupa, tapi dulu kelas saya menampung 31 orang siswa, cuma aku lupa sebagian hehehe maklum, uda lama tidak pernah bertemu dengan mereka-mereka.

Makassar: Unjuk rasa menolak rancana kenaikan harga bahan bakar minyak di Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (15/5), berlangsung anarkis. Mahasiswa dan polisi bentrok. Kericuhan berlanjut dengan penyerbuan polisi masuk ke dalam kampus Universitas Negeri Makassar.

Kericuhan berawal saat polisi berusaha membubarkan blokade Jalan Pettarani di depan kampus Universitas Negeri Makassar. Kedatangan polisi disambut mahasiswa dengan lemparan batu. Polisi terpancing dan balik melempari para mahasiswa. Perang batu pun terjadi.

Polisi akhirnya menyerbu masuk ke dalam kampus. Tiga mahasiswa ditangkap karena diduga provokator. Suasana di lokasi kejadian masih tegang hingga petang ini. Sejumlah mahasiswa masih terkonsentrasi di dalam kampus



Jakarta: Buku mantan Presiden B.J. Habibie yang memuat tulisan saat peralihan kekuasaan dari Soeharto kepada dirinya hingga kini masih menjadi kontroversi. Dalam pandangan sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Anhar Gonggong, buku tersebut menjadi kontroversi karena sangat terbuka. Hal itu tidak terlepas dari kultur Habibie sebagai orang Bugis yang terbuka dan sebagai ilmuwan yang bersikap tidak mau menyembunyikan sesuatu. "Dan lagi semua pelaku [sejarah] itu mempunyai versinya masing-masing," jelas Anhar di Jakarta, Sabtu (30/9).

Sementara itu sebagai pihak yang merasa dirugikan dengan buku tersebut, mantan Panglima Komando Cadangan Strategis TNI Angkatan Darat (Pangkostrad) Letnan Jenderal Purnawirawan TNI Prabowo Subianto dalam jumpa pers kemarin membantah dirinya akan mengkudeta Habibie. Sedangkan mantan Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia Jenderal Wiranto yang disebut sebagai pembisik akan adanya kudeta, hingga hari ini belum memberikan tanggapannya. Prabowo sendiri berencana menulis buku serupa untuk mengklarifikasi catatan pribadi presiden ketiga RI itu


akarta: Sekitar seratus orang yang menamakan Forum Bugis Makassar Bersatu mendatangi Mahkamah Agung di Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Selasa (26/2). Mereka menyesalkan putusan MA yang menganulir pasangan gubernur terpilih Sulawesi Selatan.

Massa juga meminta MA bersikap netral dalam memutuskan sengketa pemilihan kepala daerah Sulsel yang saat ini di tingkat peninjuan kembali (PK). Pengunjuk rasa mendesak agar keputusan PK tersebut segera diputuskan untuk mencegah konflik sosial yang berkepanjangan di Sulsel. Sampai saat ini, MA memang belum memutuskan setelah dalam putusan kasasi memerintahkan untuk melakukan penghitungan ulang di empat kabupaten.

Unjuk rasa ini yang dikawal puluhan polisi ini berlangsung aman. Hujan deras yang mengguyur kawasan itu membuat para demonstran membubarkan diri secara tertib. Namun mereka akan kembali ke kantor Mahkamah Agung Rabu esok

Bulukumba: Suatu hari seorang pilolog Bugis, Doktor Nurhayati Rahman, membuka lemari perpustakaan dan meraih sebuah buku sastra kuno Bugis La Galigo. Ia membaca sejumlah bait tradisi lisan mengenai filosofis perahu bagi orang Bugis: "Apabila engkau menemui kesulitan di tengah laut, maka palingkanlah perahu ke sebelah kanan tujuh kali. Kalau itu pun tidak diberi jalan, palingkanlah perahumu ke sebelah kiri tujuh kali. Kalau itu pun tidak diberi jalan, barulah engkau menempuh kesulitan.

Uraian bermakna dalam itu mengiringi perjalanan sebuah perahu yang tengah melaju di tengah samudra. Perahu dan laut memang merupakan bagian terbesar bagi filosofi, perilaku hidup, dan keseharian warga suku Bugis dan suku-suku di Pulau Sulawesi. Mereka bukan hanya dikenal sebagai pelaut yang tangguh atau nelayan yang terampil. Tapi, juga sebagai pembuat perahu kayu yang handal. Dan tentu saja dengan teknologi tradisionalnya. Kesimpulan itu bukan hanya tercatat dalam naskah kuno La Galigo, tapi juga dalam bukti nyata yang diperlihatkan para pembuat perahu di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan.

Di pesisir Desa Tana Beru, Bulukumba, Haji Muslim Baso dikenal sebagai pembuat perahu yang handal. Suatu pagi ia bersama punggawa dan para sahi-nya bersiap-siap meluncurkan sebuah perahu mesin ke tengah laut. Perahu milik Badan Perlindungan Satwa Dunia atau WWF itu memang hasil kerjanya selama dua bulan terakhir. Dan sekarang sang "bayi" bersiap-siap dihadirkan ke alam dunia.

Seorang bayi bakal lahir ke muka bumi. Dan Haji Muslim Baso adalah "ibu" sang bayi merah yang tengah bersiap-siap memulai kehidupan baru di alam fana itu. Bagi warga suku Bugis, pembuat perahu bisa diibaratkan seorang ibu dengan perahu sebagai bayinya. Karena di antara keduanya bukan hanya terikat dalam hubungan pembuat dan sebuah benda mati. Namun jauh di dalam juga terjalin sebuah ikatan batin nan kokoh. Laksana ibu dan sang jabang bayi.

Lantaran itulah, ketika para sahi bekerja keras melepaskan perahu ke tengah laut, Haji Muslim baso juga merasakan paduan sukacita dan rasa haru seperti seorang ibu yang tengah melahirkan. Dia adalah seorang di antara pembuat perahu ternama di Desa Tana Beru, Bulukumba, Sulsel. Ia perancang dan pengawas setiap pembuatan sebuah perahu atau punggawa. Sedangkan pelaksana rancangannya adalah para sahi atau tukangnya.

Laut dan perahu adalah kehidupan suku Bugis dan suku-suku laut di Celebes, nama lama Sulawesi. Karena filosofi, perilaku dan cara berpikir mereka umumnya senantiasa dikaitkan dengan laut dan perahu. Keterkaitan itu begitu nyata dalam paparan naskah kuno Bugis La Galigo. Persisnya saat mengurai kisah perjalanan Sawerigading ke Negeri Tiongkok atau Cina dengan sebuah perahu besar. Dalam naskah kuno itu digambarkan pula, seolah perahu besar memboyong manusia dan tetumbuhan.

Boleh dikatakan, warga suku Bugis memiliki teknik tersendiri dalam membuat perahu. Ritual merupakan langkah pertama sebelum dilakukan penebangan pohon untuk membuat lunas perahu atau kalabiseang. Setelah itu barulah para sahi meraih alat kerjanya dan menghaluskan lunas perahu di galangan kapal yang disebut bantilang.

Usai lunas perahu atau kalabiseang dihaluskan, para sahi pun memasang dua penopang lumbung perahu di ujung dan ekor perahu yang disebut sotting. Selanjutnya lambung perahu atau kulit perahu dipasang, membentuk sebuah perahu. Inilah perbedaan pembuatan perahu Bugis dibandingkan perahu modern. Ini karena perahu Bugis dibuat dengan terlebih dahulu membuat lambungnya, setelah itu baru rangkanya. Itu jelas berbeda dengan pembuatan perahu modern yang dibikin terlebih dahulu rangkanya dan baru lambungnya.

Bagi Haji Muslim Baso, teknik tradisionalnya memberikan keuntungan dalam penggunaan bahan baku. Sebab, kulit perahu bisa dibentuk sesuai rancangan tanpa banyak membuang kayu. Dan jauh sebelum para sahi bekerja, Haji Muslim Baso sebagai punggawa akan merancang dan memperhitungkan rencana produksi.

Nah, berdasarkan hitungan itulah, ia dapat memperkirakan kebutuhan bahan baku, lama pekerjaan/ jumlah sahi dan biaya produksi. Hasil hitungan tersebut kemudian dijadikan patokan harga dan diajukan ke pelanggan yang oleh warga setempat disebut sambalu.

Perahu Bugis memiliki catatan panjang dalam kehidupan suku-suku di Pulau Sulawesi. Sejumlah arkeolog mencatat, industri tradisionalnya telah dimulai sejak masa pemerintahan Kerajaan Gowa atau ratusan tahun lampau. Dan bila membuka kembali halaman-halaman lontar naskah kuno La Galigo, masa itu berada pada sekitar abad VII atau setidaknya abad XII Masehi.

Adapun suku Bugis dari Desa Ara di wilayah Bulukumba, kerap disebut juga orang Ara tercatat sebagai pembuat-pembuat perahu Bugis yang terampil. Mereka bukan hanya membuat perahu untuk kebutuhan mencari ikan atau bernelayan, tapi juga untuk alat transportasi. Bahkan, perahu besar untuk berniaga, seperti yang dilakoni Sawerigading dahulu kala.

Lantaran itulah, perahu Bugis memiliki banyak ragam dan ukuran. Dari yang berukuran besar hingga kecil. Uniknya, perahu-perahu itu memiliki nama tersendiri, semacam Pajjala, Banggo atau Sandek. Belakangan, jenis phinisi lebih disebut-sebut sebagai perahu khasnya suku Bugis.

Di luar catatan sejarah dan pesan filosofis, warga suku bugis dan juga suku-suku lain di Pulau Sulawesi dikenal dekat dengan mitos. Bahkan, keterampilan membuat perahu warga di wilayah Bulukumba ini pun kerap dihubungkan dengan mitos.

Sahibul hikayat, ketika perahu milik Sawerigading hancur di perairan Tanjung Bira, Bulukumba, layarnya terdampar di Pulau Bira. Sedangkan serpihan lambung perahunya terdampar di Desa Ara. Pada akhirnya, Tanjung Bira menjadi tempat lahirnya pelaut-pelaut yang tangguh. Dan hingga saat ini, pelaut-pelaut dari Tanjung Bira telah menyebar hampir ke seluruh Nusantara. Sementara Desa Ara menjadi kampung kelahiran para pembuat perahu yang terampil.

Terbukti hingga sekarang di sepanjang pesisir Tana Beru, Bulukumba, masih diramaikan oleh berbagai kegiatan pembuatan perahu. Mereka melayani pemesanan bukan hanya dari dalam negeri, tapi juga luar negeri.

Haji Muslim Baso sebenarnya berasal dari Desa Ara. Namun, selama dua puluh tahun terakhir, ia justru bermukim di Desa Tana Beru. Di sana, ia belajar membuat perahu semenjak usia 16 tahun. Dan pada usia 21 tahun, ia telah mampu menjadi punggawa sebuah pembuatan perahu. Tak aneh, bila saat ini ia tidak tahu lagi jumlah pasti perahu yang telah diselesaikannya.

Yang terang, ia telah banyak membuat perahu untuk orang asing. Alhasil perahu Bugis pun telah menyebar ke mancanegara sebagai perahu pengangkut barang atau perahu wisata. Begitu pula saat ini. Perahu motor yang tengah dilarungkan ke laut itu pun pesanan sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM) asing. Ia dan para sahinya membuat perahu tersebut sejak enam bulan silam.

Kisah kebesaran suku Bugis dengan pelayaran Sawerigading dengan perahu Bugis seperti terpapar dalam naskah kuno La Galigo terbukti bukan cerita rekaan semata. Soalnya, siapa pun kini bisa melihat warisan keahlian dan keterampilan yang diturunkan oleh para leluhur suku Bugis itu di Tana Beru, Bulukumba.

Terlepas dari kebanggaan itu, warga suku Bugis justru membaca paparan dalam sastra kuno La Galigo. Terutama yang berkaitan dengan simbol laut perahu sebagai ajaran kehidupan. Persisnya seperti filosofi kehidupan suku Bugis.

Akhirnya "sang jabang bayi" lahir ke dunia, seraya disertai tarikan lega napas "ibunda". Ini berarti sebuah perahu Bugis telah berada di laut lepas. Maka tugas sang punggawa dan para sahinya berakhir. Perjuangan selama sekitar enam bulan disertai proses pelarungannya yang tiga hari itu seakan purna terbayar. Yakni dengan terapungnya perahu Bugis itu.

Maka, kisah tentang pembuat perahu Bugis ini berakhir dengan sukacita. Dan sekali lagi Haji Muslim Baso membuktikan dirinya sebagai salah seorang warga suku Bugis. Dan bukan hanya terampil membuat perahu tradisional, ia pun berhasil membuktikan kebesaran nenek moyangnya yang memiliki sejarah panjang di samudra luas.

Bulukumba: Suatu hari seorang pilolog Bugis, Doktor Nurhayati Rahman, membuka lemari perpustakaan dan meraih sebuah buku sastra kuno Bugis La Galigo. Ia membaca sejumlah bait tradisi lisan mengenai filosofis perahu bagi orang Bugis: "Apabila engkau menemui kesulitan di tengah laut, maka palingkanlah perahu ke sebelah kanan tujuh kali. Kalau itu pun tidak diberi jalan, palingkanlah perahumu ke sebelah kiri tujuh kali. Kalau itu pun tidak diberi jalan, barulah engkau menempuh kesulitan.

Uraian bermakna dalam itu mengiringi perjalanan sebuah perahu yang tengah melaju di tengah samudra. Perahu dan laut memang merupakan bagian terbesar bagi filosofi, perilaku hidup, dan keseharian warga suku Bugis dan suku-suku di Pulau Sulawesi. Mereka bukan hanya dikenal sebagai pelaut yang tangguh atau nelayan yang terampil. Tapi, juga sebagai pembuat perahu kayu yang handal. Dan tentu saja dengan teknologi tradisionalnya. Kesimpulan itu bukan hanya tercatat dalam naskah kuno La Galigo, tapi juga dalam bukti nyata yang diperlihatkan para pembuat perahu di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan.

Di pesisir Desa Tana Beru, Bulukumba, Haji Muslim Baso dikenal sebagai pembuat perahu yang handal. Suatu pagi ia bersama punggawa dan para sahi-nya bersiap-siap meluncurkan sebuah perahu mesin ke tengah laut. Perahu milik Badan Perlindungan Satwa Dunia atau WWF itu memang hasil kerjanya selama dua bulan terakhir. Dan sekarang sang "bayi" bersiap-siap dihadirkan ke alam dunia.

Seorang bayi bakal lahir ke muka bumi. Dan Haji Muslim Baso adalah "ibu" sang bayi merah yang tengah bersiap-siap memulai kehidupan baru di alam fana itu. Bagi warga suku Bugis, pembuat perahu bisa diibaratkan seorang ibu dengan perahu sebagai bayinya. Karena di antara keduanya bukan hanya terikat dalam hubungan pembuat dan sebuah benda mati. Namun jauh di dalam juga terjalin sebuah ikatan batin nan kokoh. Laksana ibu dan sang jabang bayi.

Lantaran itulah, ketika para sahi bekerja keras melepaskan perahu ke tengah laut, Haji Muslim baso juga merasakan paduan sukacita dan rasa haru seperti seorang ibu yang tengah melahirkan. Dia adalah seorang di antara pembuat perahu ternama di Desa Tana Beru, Bulukumba, Sulsel. Ia perancang dan pengawas setiap pembuatan sebuah perahu atau punggawa. Sedangkan pelaksana rancangannya adalah para sahi atau tukangnya.

Laut dan perahu adalah kehidupan suku Bugis dan suku-suku laut di Celebes, nama lama Sulawesi. Karena filosofi, perilaku dan cara berpikir mereka umumnya senantiasa dikaitkan dengan laut dan perahu. Keterkaitan itu begitu nyata dalam paparan naskah kuno Bugis La Galigo. Persisnya saat mengurai kisah perjalanan Sawerigading ke Negeri Tiongkok atau Cina dengan sebuah perahu besar. Dalam naskah kuno itu digambarkan pula, seolah perahu besar memboyong manusia dan tetumbuhan.

Boleh dikatakan, warga suku Bugis memiliki teknik tersendiri dalam membuat perahu. Ritual merupakan langkah pertama sebelum dilakukan penebangan pohon untuk membuat lunas perahu atau kalabiseang. Setelah itu barulah para sahi meraih alat kerjanya dan menghaluskan lunas perahu di galangan kapal yang disebut bantilang.

Usai lunas perahu atau kalabiseang dihaluskan, para sahi pun memasang dua penopang lumbung perahu di ujung dan ekor perahu yang disebut sotting. Selanjutnya lambung perahu atau kulit perahu dipasang, membentuk sebuah perahu. Inilah perbedaan pembuatan perahu Bugis dibandingkan perahu modern. Ini karena perahu Bugis dibuat dengan terlebih dahulu membuat lambungnya, setelah itu baru rangkanya. Itu jelas berbeda dengan pembuatan perahu modern yang dibikin terlebih dahulu rangkanya dan baru lambungnya.

Bagi Haji Muslim Baso, teknik tradisionalnya memberikan keuntungan dalam penggunaan bahan baku. Sebab, kulit perahu bisa dibentuk sesuai rancangan tanpa banyak membuang kayu. Dan jauh sebelum para sahi bekerja, Haji Muslim Baso sebagai punggawa akan merancang dan memperhitungkan rencana produksi.

Nah, berdasarkan hitungan itulah, ia dapat memperkirakan kebutuhan bahan baku, lama pekerjaan/ jumlah sahi dan biaya produksi. Hasil hitungan tersebut kemudian dijadikan patokan harga dan diajukan ke pelanggan yang oleh warga setempat disebut sambalu.

Perahu Bugis memiliki catatan panjang dalam kehidupan suku-suku di Pulau Sulawesi. Sejumlah arkeolog mencatat, industri tradisionalnya telah dimulai sejak masa pemerintahan Kerajaan Gowa atau ratusan tahun lampau. Dan bila membuka kembali halaman-halaman lontar naskah kuno La Galigo, masa itu berada pada sekitar abad VII atau setidaknya abad XII Masehi.

Adapun suku Bugis dari Desa Ara di wilayah Bulukumba, kerap disebut juga orang Ara tercatat sebagai pembuat-pembuat perahu Bugis yang terampil. Mereka bukan hanya membuat perahu untuk kebutuhan mencari ikan atau bernelayan, tapi juga untuk alat transportasi. Bahkan, perahu besar untuk berniaga, seperti yang dilakoni Sawerigading dahulu kala.

Lantaran itulah, perahu Bugis memiliki banyak ragam dan ukuran. Dari yang berukuran besar hingga kecil. Uniknya, perahu-perahu itu memiliki nama tersendiri, semacam Pajjala, Banggo atau Sandek. Belakangan, jenis phinisi lebih disebut-sebut sebagai perahu khasnya suku Bugis.

Di luar catatan sejarah dan pesan filosofis, warga suku bugis dan juga suku-suku lain di Pulau Sulawesi dikenal dekat dengan mitos. Bahkan, keterampilan membuat perahu warga di wilayah Bulukumba ini pun kerap dihubungkan dengan mitos.

Sahibul hikayat, ketika perahu milik Sawerigading hancur di perairan Tanjung Bira, Bulukumba, layarnya terdampar di Pulau Bira. Sedangkan serpihan lambung perahunya terdampar di Desa Ara. Pada akhirnya, Tanjung Bira menjadi tempat lahirnya pelaut-pelaut yang tangguh. Dan hingga saat ini, pelaut-pelaut dari Tanjung Bira telah menyebar hampir ke seluruh Nusantara. Sementara Desa Ara menjadi kampung kelahiran para pembuat perahu yang terampil.

Terbukti hingga sekarang di sepanjang pesisir Tana Beru, Bulukumba, masih diramaikan oleh berbagai kegiatan pembuatan perahu. Mereka melayani pemesanan bukan hanya dari dalam negeri, tapi juga luar negeri.

Haji Muslim Baso sebenarnya berasal dari Desa Ara. Namun, selama dua puluh tahun terakhir, ia justru bermukim di Desa Tana Beru. Di sana, ia belajar membuat perahu semenjak usia 16 tahun. Dan pada usia 21 tahun, ia telah mampu menjadi punggawa sebuah pembuatan perahu. Tak aneh, bila saat ini ia tidak tahu lagi jumlah pasti perahu yang telah diselesaikannya.

Yang terang, ia telah banyak membuat perahu untuk orang asing. Alhasil perahu Bugis pun telah menyebar ke mancanegara sebagai perahu pengangkut barang atau perahu wisata. Begitu pula saat ini. Perahu motor yang tengah dilarungkan ke laut itu pun pesanan sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM) asing. Ia dan para sahinya membuat perahu tersebut sejak enam bulan silam.

Kisah kebesaran suku Bugis dengan pelayaran Sawerigading dengan perahu Bugis seperti terpapar dalam naskah kuno La Galigo terbukti bukan cerita rekaan semata. Soalnya, siapa pun kini bisa melihat warisan keahlian dan keterampilan yang diturunkan oleh para leluhur suku Bugis itu di Tana Beru, Bulukumba.

Terlepas dari kebanggaan itu, warga suku Bugis justru membaca paparan dalam sastra kuno La Galigo. Terutama yang berkaitan dengan simbol laut perahu sebagai ajaran kehidupan. Persisnya seperti filosofi kehidupan suku Bugis.

Akhirnya "sang jabang bayi" lahir ke dunia, seraya disertai tarikan lega napas "ibunda". Ini berarti sebuah perahu Bugis telah berada di laut lepas. Maka tugas sang punggawa dan para sahinya berakhir. Perjuangan selama sekitar enam bulan disertai proses pelarungannya yang tiga hari itu seakan purna terbayar. Yakni dengan terapungnya perahu Bugis itu.

Maka, kisah tentang pembuat perahu Bugis ini berakhir dengan sukacita. Dan sekali lagi Haji Muslim Baso membuktikan dirinya sebagai salah seorang warga suku Bugis. Dan bukan hanya terampil membuat perahu tradisional, ia pun berhasil membuktikan kebesaran nenek moyangnya yang memiliki sejarah panjang di samudra luas.

Sinjai: Ruang Panitera Muda Pidana Pengadilan Negeri Sinjai, Sulawesi Selatan, Ahad (20/4) dini hari, hangus terbakar. Meski tak ada korban jiwa dalam musibah tersebut, sebagian besar berkas perkara dan sejumlah inventaris kantor habis dilalap si jago merah.

Dari penuturan beberapa saksi, kebakaran terjadi tak lama setelah terdengar bunyi ledakan. Polisi yang tiba di lokasi menduga kantor sengaja dilempari bom molotov oleh orang tak dikenal. Dugaan ini diperkuat dengan penemuan dua kantong plastik berisi minyak tanah bercampur bensin. Hingga kini belum diketahui motif serta pelaku peledakan

Palu: Perkelahian massal kembali terjadi Kota Palu, Sulawesi Tengah, Selasa (6/5) petang waktu setempat. Ratusan warga Kayumalue dan Taipa, Kecamatan Palu Utara, saling serang dengan menggunakan batu dan senjata tajam. Bentrokan bisa diredam setelah ratusan polisi didatangkan ke lokasi.

Polisi kemudian memblokade jalan agar warga kedua desa tidak lagi saling serang. Tawuran ini dipicu pemukulan terhadap dua warga Kelurahan Kayumalue usai pertandingan sepakbola antarkampung, kemarin.

setelah 3 hari mengikuti ujian nasional, para siswa kelas 3 sma negeri satu sinjai tengah mengadakan acara perpisahan dengan berkunjung ke tempat wisata alam bantimurung yang terletak di Kab. Maros sekitar 160 Km dari Kab sinjai melewati Kab. Bone. rombongan ini berjumlah 80 orang termasuk para pendamping.
setelah melakukan perjalan sekitar 4 jam (mobilnya lagi santai) akhirnya para rombongan sampai di tempat tujuan. dan para siswa begitu menikmati pemandangan alam bantimurung yang begitu memukau, ini terpancar dari wajah para siswa yang begitu berantusias untuk mengunjugin beberapa tempat ada di kawasan bantimurung tersebut, seperti Air terjun dan goa Mimpi. setelah puas menikmati panorama Alam Bantimurung, rombongan ini bertolak kemakassar untuk keliling kota (maklum sekolah dari kampoeng kasiang heheheheheheeh).
Nama Reporter: Andi Baso Sulaeman
Email : cintaku_setinggilangit@yahoo.com



dalam mengisi jeda semister ganjil tahun ajaran 2007-2008 Osis sman satu sinjai tengah mengadakan bazar musik yang diadakan di balai pertemuan yang letaknya di kelurahan samaendra atau biasa di sebut lappadata, yaitu ibukota kecamatan Sinjai Tengah, dalam acara OSIS sekolah tersebut mengundang beberapa band sekolah yang berada di wilayah kabupaten sinjai, diantaranya band dari SMAN 1 Sinjai selatan dan Band dari SMAN 1 Sinjai Timur dan band dari sekolah ini sendiri, yaitu Venom Band yang beranggotakan Anwar pada vokal, Yusuf pada drummer, Azhar pada bass, dan dedi, sedangkan band kedua dari sma ini sendir yaitu KOEPASTEL band" yang beranggotakan Emank, Irwan, Enal, Udin, dan Awal. diacara tersebut juga di meriahkan oleh band palapa yang menjadi band kebanggaan Sinjai. kegiatan ini berlangsung aman dan meriah, diacara ini juga dihadiri oleh beberapa guru dari sma tersebut, diantaranya Pak Alimin, Pak Muhtar, Pak Sofyan dan banyak lagi...para pengunjung begitu menikmati acara bazar musik tersebut.

masi pagi-pagi sisawa kelas tiga yang suda menikuti ujian Nasional (UN) telah berkumpul di sekolah dimana pada hari itu adalah merupakan hari bersejarah begi SMA ini dan merupakan penamatan pertama disekolah tersebut. setelah jam delapan pagi acara perpisahan punk dimulai dimana pada acara tersebut dihadiri oleh beberapa elemen msyarakat mulai dari tenaga pengajar sekolah tersebut, perangkat kecamatan, para pejabat desa, tokoh masyarakat setempat, orang tua siswa dan juga hadir kepala sekolah SMAN 1 Sinjai timur "Pak Abdullah" dan beberapa guru dari SMKN 1 Sinjai Diantaranya Ibu Masyita Guru BP SMK dan istri kepala sekolah SMAN 1 Sinjai tengah.
diaca tersebut di pandu oleh bapak ganteng kami "PaK Alimin" sebagai narasumber dan kepala sekolah SMAN1 Sijai timur sebagai Penceramah, dan acara ini berlangsung cukup sederhana tidak terlalu banyak pertunjukan, hanya dipertunjukan tari-tarian yang dibawakan Oleh Kelas Dua IPS, dan tari-tarian membuat keadaan di ruangan ini menjadi riuh dan penuh tawa, karena penarinya lucu-lucu (bikin Orang ngakak.com) setalah itu salah satu siswi (wahyuni) yang akan lulus ikut membacakan Puisi Selamat tinggal, dan membuat ruangan tersebut yang tadinya penuh tawa berubah menjadi haru. kayaknya para hadirin meresapi keta-kata yang keluar dari mulut teman kami. itu terlihat dari semua mata hadirin yang memerah gara-gara mengeluarkan air mata haru. bahkan orang yang berada di luar ruangan yang sempat mendegarkan puisi ini juga ikut menteskan air mata.

Ujian Nasional Tahun 2006 meruapakan Ujian pertama yang di ikuti Oleh SMA Negeri satu Sijai Tengah dan merupakan cikal bakal keberhasilan sekolah tersebut. ujian yang di ikuti oleh 31 siswa yang akan menjadi Alumni pertama sekolah tersebut.Ujian ini dipersiapkan dengan sangat matang, dimana setiap hari (kecuali hari Minggu) diadakan belajar sore, itu dilakukan demi keberhasilan semua siswa Sma tersebut, karena lulusan ini yang akan jadi cermin bagi siswa yang ingin masuk disekolah ini, setelah tiga tahun ditambah belajar sore selama tiga bulan, akhirnya sekolah ini mengikuti Ujian nasional dan sekolah ini menghasilkan buah yang sangat manis, dimana semua siswanya lulus dengan nilai yang sangat memuaskan, rasa bangga dan terharu terpancar dimuka para guru dan siswa karena merak harus meninggalkan sekolah ini untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi (bagi yang mampu).

jika memang cinta itu indah kenapa harus banyak yang ditinggalkan kenapa mereka tidak bertanggung jawab. yang dinamakan cinta, sayang itu adalah kesetiaan dan akan menerima apaadanya.
TUhan apa aku benci yang namanya cintaaaaaaaaaa

dia berjalan menuju titik semu…
rambut gemulainya hitam membahana langit,
menutup para awan yang yang kukarang dan kutulis…
cinta itu diam, sepi, sayup…
tapi ia tak membuatmu kesepian,
dia bernafas menghirup sepimu
dan menukarnya dengan senyum manis tuhan…
Jangan kau katakan cinta kepadaku
karna aku akan gila bila mendengarnya
jauh dari anganku ntuk milikimu
karna hanya didekatmu sudah membuatku bahagia
Jika didekatmu
aku bagai biola tak brdawai
bila ku jauh darimu
sejuta tanya dalam benaku mengganggu
inikah namanya cinta….?
atau hanya perasaan yang membebaniku
cinta itu bagekan jiwa……………..
hidup tanpa cinta akan terasa hampa..
karena cinta…
penuh dengan cita-cita..
maka…..
hidup dengan cinta…
pasti bermakna….

kadang orang bilang cinta itu busyet
cinta itu taiii
kalian munafikkk…..
setiap orang ingin mencintai dan di cintai
jika di temukan orang yang tak ingin mencintai dan di cintai
dia bukanlah manusia….
karena manusia dalam hatinya telah di berikan cinta
oleh allah sejak kita di ciptakan
adapula mengapa cinta itu menyakiykan karena kita kurang menghargai cinta itu…
cinta ibarat cermin..tersenyumlah pada cinta maka cinta akan tersenyum untukmu
aku kasihan lihat orang yang terluka karena cinta
kayaknya dia menganggap tidk ada yang mencintain6ya lagi sejak cintanya pergi
tapi sesungguhnya cinta allah selalu bersama kalian.
hiduplah dengan penuh cinta
karena cinta adalah anugerah terindah dalam hidupmu
yang di berikan oleh allah
dan karena kau punya hati dan jiwa.
cinta itu ada menurut orang yg bahagia
semu menurut orang yang kecewa
apakah cinta itu ada…..?

cinta…bukan untuk diperdebatkan,karena setiap orang punya hak mendeskripsikan kedalamannya,dari yang mereka rasakan,dari yang mereka capai, dari yang mereka rengkuh.

apa itu cinta??
seperti apa bentuknya?
adakah yg tw??
kita tak mengenal cinta..
bagaimana kita bisa katakan cinta itu hal yg indah..
atau justru hal yg menyakitkan…
tapi..kita dapat rasakan cinta..dgn hati ini!!
percayalah pada hati karena hati itu tak pernah berbohong..
cinta memang indah dan juga menyakitkan..
selayaknya sebuah buku bagaimana kita bisa tahu isinya jika kita tak pernah mencoba untuk membacanya..
begitu jg dgn cinta bagaimana kita bisa mengerti kalau kita tak pernah merasakan cinta..
rasa kan..sepahit apa pun cinta itu..rasakan dengan hati..
karena tanpa citan entah seperti apa dunia ini..
tersenyumlah walau cinta itu melukainmu..
karena tersenyum itu jauh lebih membuatmu tegar ketimbang menangis..
bangkitlah jika cinta itu menjatuhkan mu..
karena didepan akan ada cinta yg lain sedang menanti..
cinta adalah dua sisi mata uang
harus memilih dan berani memilih
penentuan pilihan adalah 2 kegalauan yang sulit dihitung dengan matematika
seperti bermain dadu
kalah menang adalah sebuah prediksi mati yang harus dibayar
adakah cinta yang sanggup menjawab semua ini
……….cinta adalah pilihan yang tak pernah berakhir
memilih untuk mendapatkan cinta dan menjadi pilihan untuk bisa mencintai dan dicintai



terlahir di keluarga yang serba kekurangan mendorong saya untuk memperbaiki diri dengan cara menuntut ilmu setinggi tingginya dimulai dari SD-SMP-SMA Insya`Allah nanti lanjut Di UNTAD Palu, bercermin dengan filsafat orang bugis "dimana langit Dijingjing disitu bumi dipijat" Dimana pun kamu berada disitulah kamu berusaha (Maaf kalau Pengartiannya salah) pada ketekunan dan kecerdasan dirisendiri yang dapat merubah nasib sesorang. walaupun sekarang jauh dari tanah bugis aku akan selalu berusaha untuk berbuat yang lebih baik untuk mengahrumkan Nama sekolah saya "SMANSA Sinjai tengah" dan keluarga saya khususnya.

Hari demi hari berganti bulan dan terus berganti tahun, begitu pung Kesadarang warga masyarakat Kec. Sinjai tengah akan pentingnya suatu pendidikan, dan membuat para orang tua di daerah tersebut ingin menyekolahkan Anaknya agar mendapat pendidikan yang dapat dijadikan bekal dimasa mendatang, dengan dibarengi pemerintah kab. Sinjai yang membebaskan biaya Pendidikan Mulai tinggkat SD sampai Tingkat SMA. Jauhnya jarak yang ditempuh oleh anak sekolah untuk sampai ke Sekolah tujuan (Nanti di tondong baru ada SMA, sekitar 8 kilo dari ibukota kecamatan) mendorong parah toko masyarakat tersebut untuk meminta bantuan kepada pemkab setempat untuk dibangunkan Sekolah Menengah Atas Di kecamatan tersebut. dan disinilah awal mula lahirnya SMANSA Sinjai tengah.
pada awalnya SMA tersebut hanya mempunyai 31 orang siswa (termasuk Yang posting Di blog ini), dan ditempatkan di sebuah gedung SD yang tidak terpakai lagi (Di kelurahan Samaendre, dan merupakan ibukota kecamatan Sinjai Tengah)karena belum mempunyai Gedung Sendiri. dan nanti pada tahun ajaran kedua didirikannya sekolah tersebut baru Bupati Kabupaten Sinjai melakukan peletakan batu pertama yang terletak di desa kanrung, yaitu di dusun salohe atau biasa disebut TALLE, yang dulunya bekas lapangan sepakbola Mattiro Walie, dan kalau Gw tidak salah bupati melakukan peletakan batu pertama pada tahun 2004, dan tanggalnya saya kurang tau . Awalnya sekolah ini hanya mempunyai 3 ruangan belajar dan satu perpustakaan (waktu Gw masi sekolah ini dijadikan sebagai ruangan kepala sekolah sekaligus ruangan Guru). kalau tidak salah guru kami masi minim sekali bisa dikatakan sedikit banget, .
nihh ....Daftar Guru yang pada waktu masi menumpang Di Gedung SD
1. Pak. Alimin (Sosok Guru yang sangat beribawa dan sangat baik hati)
2, Pak Muhtar (Guru yang lucu, soalnya kalau dia mengajar terlalu banyak kata ia too.....)
3. Pak Arif (wah kalau ini guru yang rakus, kenapa saya katakan seperti itu..? soalnya Pak arif ini membawakan beberapa mata pelajaran seperti kimia, fisika biologi, bahkan Penjaskes. kasihan banget yahh pak arif, kayaknya dia itu capek banget tuhh.... tapi mau diapalagi soalnya belum mempunyai banyak guru. LOVE YOU Pak Arif, anda adalah guru yang sangat dibutuhkan oleh negara)
4. Ibu Muhayan (Guru yang rela Mendidik kami walaupung dia setiap hari bolak balik dari bone ke sinjai tanpa mengenal lelah)
5. Ibu Nurhayati (Guru Fisika yang paling cerdasa dan paling cantik menurut saya)
6. Pak. Ibnu Hajar (Guru Olahraga Gw, kalau ini no.....Comment)
7. Tantenya Uni (Gw tidak tau namanya, yang pastinya pernah juga membagikan ilmunya kepada kita²)
8.Pak Ibrahim (Guru BHS Inggris)
nah itulah daftar guru pertama SMANSA sinjai tengah, dan nanti setelah jadi gedung di talle baru bermunculan guru-guru gaul And cantik-cantik seperti ibu Yusra, Ibu Irsyam, Pak Saipul (kaya suaminya dewi persik hehehehe), Ibu arma Walan, dan masih banyak lagi soalnya aku uda lupa-lupa juga heheheheeh